“...dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berpikir.” (QS.Ar-Rum:21)
Seharusnya
kita mencintai secara sadar. Mengetahui bahwa saat kita mencintai, hal itu akan
menjadi sebuah siklus kehidupan yang akan terus berhubungan. Karena ternyata masih
banyak diantara umat islam yang lupa untuk memahami salah satu anugerah ini. Dengan
cinta, seseorang menjadi rela berkorban, rela tersakiti, atau bahkan ada pula
yang rela menjadi gila hanya lantaran cinta. Terkadang banyak pula seseorang
yang mencintai karena keinginannya sendiri, ia ingin mendapatkan banyak dari
seseorang yang dia cintai. Ia lupa bahwa
hal itu justru dapat mengeksploitasi orang yang dicintainya.
“Katakanlah: “Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am : 162)
Mencintai
secara sadar berarti kita mengerti untuk siapa dan karena apa kita mencintai.
Dalam ayat ini jelas bahwa hakikat seluruh kehidupan termasuk saat kita mencintai
orang lain adalah hanya untuk Allah. Bukan
mencintai hanya sekedar mencintai, tanpa melakukan hal yang tidak berarti atau
malah justru merugikan.
Ketika kita mencintai anak-anak
kita, karena menjadi penghibur kita, kemudian kita usahakan agar mereka menjadi
anak-anak yang sholih dan qurrota a’yun (penyejuk pandangan), dan mengharapkan doa
dari mereka. Maka yang harus kita sadari ialah seperti itulah sebenarnya yang
diinginkan oleh orang tua kita. Mereka ingin kita mencintai orang tua kita agar
kita mendoakan untuk kebaikan mereka.
“Mereka
bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah : “Apa saja yang
kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” Dan
apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha mengetahui.”
(QS. Al-Baqoroh:215)
Saat
kita mengetahui dengan tepat mengapa kita harus mencintai, maka saatnyalah
orang yang kita cintai mendapatkan kebaikan pertama dari kita. Ungkapkan rasa
cinta kita berupa kebaikan-kebaikan untuk orang-orang tercinta, didahului dari
orang yang berhubungan nasab dari kita. Memberikan apa yang menjadi hak-hak
mereka yang ada pada diri kita. Orang tua kita misalnya, memiliki hak untuk
kita perhatikan kebutuhan-kebutuhannya. Juga suami kita, anak-anak kita, dan
saudara-saudara kita lainnya, harus kita sebarkan benih-benih kebaikan kita
bagi mereka. Kemudian janganlah kita lupa pada orang-orang yang seharusnya juga
mendapatkan bagian cinta dari kita, yakni anak-anak yatim, orang-orang miskin,
para janda, dan orang-orang yang membutuhkan lainnya. Cinta kita ini jangan
hanya sekedar untuk kesenangan kita saja, namun juga mencintai siapa-siapa yang
sebenarnya harus kita cintai. Berupa ungkapan dari rasa cinta kita pada
orang-orang yang kita cintai.
Usaha
inilah jalan mendapatkan kebaikan yang nyata. Karena keberadaan mereka inilah
yang menjadi penyangga keberadaan kita. Tidak hanya di dunia, namun juga di
akhirat. Karena saat kita menanam benih-benih kebaikan pada orang yang kita
cintai, itulah sebanarnya penyelamat kita di dunia dan kelak di akhirat.
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya
dia akan melihat (balasan) nya.
Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat
zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)
nya pula.” (QS. Al-Zalzalah : 7-8)
Seperti
inilah seharusnya setiap muslim. Ketika ia merasakan cinta yang menyejukkan dan
menguatkan kehidupan, maka ia akan menumbuhkan benih-benih kebaikan dari
orang-orang yang dia cintai. Hingga setiap kehidupannya yang mengalir, tak
pernah sia-sia dan terbuang dengan percuma.
(Wa’allohua’lam)
***
Comments
Post a Comment